Marilah kita
renungi firman Allah berikut:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ
اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ
كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ
اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu dari (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah
kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah
berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.” (QS. Al Qashash: 77).
Dari ayat ini kita
dapat mengambil
pelajaran penting, tentang beberapa prinsip yang perlu kita sadari bersama
akan keberadaan kita di dunia ini.
Pertama, prinsip mengutamakan kebahagiaan kehidupan akherat.
Prinsip ini menghendaki agar dalam melaksanakan kehidupan di dunia, kita
senantiasa mengutamakan pertimbangan nilai akherat. Namun perlu dipahami,
mengutamakan kebahagiaan akherat bukan berarti dalam mewujudkan kebahagiaan
duniawi diabaikan begitu saja, sebab amal akherat tidak berdiri sendiri dan
terlepas dari amal duniawi. Sungguh amat banyak amalan akherat yang berhubungan
erat dalam mewujudkan kebahagian duniawi.
Umpamanya sholat,
seorang yang melaksanakan shalat dengan tekun dan disiplin bukanlah semata-mata
sebagai amal akherat yang tidak berbentuk duniawi, sebab bila shalat itu dilaksanakan menurut
tuntutan Allah dan rasulNya, yang secara berjamaah, niscaya ia akan banyak
memberikan hikmah dalam kehidupan dunia. Dengan shalat yang benar akan dapat mencegah seseorang dari berbuat keji
dan munkar. Dengan demikian manusia akan terhindarnya dari perbuatan yang dapat
merugikan orang lain, sehingga terciptalah ketenteraman hidup bersama di dunia
ini.
Begitu juga dengan
infak dan shodaqoh, seorang yang beramal dengan niat mulia untuk mendapatkan
ganjaran berupa pahala dari Allah di akherat, maka dengan hartanya tersebut
dapat memberikan manfaat bagi kehidupan orang lain yang memerlukan.
Kedua prinsip ‘ahsin’ yaitu senantiasa menghendaki kebaikan.
Bila seseorang menanamkan prinsip ini dalam dirinya, niscaya ia akan
menunjukkan diri sebagai orang yang pada dasarnya selalu menghendaki kebaikan.
Ia akan senantiasa berprasangka baik kepada orang lain, selalu berusaha berbuat
baik dan berkata baik dalam sehari-hari.
Maka akan selalu
tampillah kebaikan demi kebaikan, mempersembahkan sebuah karya terbaiknya untuk
kemanfaatan masyarakat disekitarnya, mengambil berat akan kemaslahatan
umum, dan meninggalkan sebuah kebaikan yang akan selalu dapat dikenang oleh
orang banyak walaupun ia sudah pergi terlebih dahulu.
Ketiga adalah prinsip walaa tabghil fasada fil ardh’ yaitu prinsip untuk tidak berbuat kerusakan. Bila prinsip ini dipegang
teguh, seseorang akan lebih melengkapi prinsip yang kedua, yakni melengkapi
upayanya berbuat baik dengan upaya menghindari perbuatan yang merusak.
Terjadinya kerusakan alam, kerusakan moral, kerusakan dalam kehidupan masyarakat sering kali terjadi
karena sudah hilangnya kesadaran akan tujuan hidup yang sebenarnya, sehingga
seorang lupa bahwa sesungguhnya ia tidak dibiarkan begitu saja, bahkan ia akan dipertanggungjawabkan
segala perbuatannya ketika ia menghadap Allah di akherat kelak.
No comments:
Post a Comment